Wednesday, July 17, 2013

Pakaian Lelaki Minangkabau

Suasana di Lapau Nasi di Payokumbuah
Gambar: Internet
 Berbagai perubahan yang terjadi di negeri kita semenjak zaman dahulu telah menghilangkan beberapa ciri kedaerahan yang dahulukan menjadi ciri kepribadian kita. Budaya masing-masing daerah ialah berbeda-beda kekhasannya, mencakupi segala aspek dari bahasa, adat isitiadat, matapencaharian, cara berpakaian, pandangan hidup, dan lain sebagainya.

Beberapa saat yang lalu tatkala kami pulang kampung, kamipun bertanya ke pada datuk[1] kami perihal beberapa hal. Salah satunya ialah perihal pakaian sehari-hari orang dahulu. Hal ini karena kami sudah lama menyimpan pertanyaan perihal jenis pakaian yang dipakai oleh orang zaman dahulu. Ini semua karena melihat filem bisu yang berasal dari zaman Belanda. Dimana pakaian yang digunakan oleh orang-orang pada masa dahulu sangat lain sekali rasanya dengan pakaian orang sekarang.

Pakaian orang dahulu ialah baju Gunting Cina, kurang lebih potongannya serupa dengan Baju Koko sekarang. Namun bedanya ialah baju Guntiang Cina yang dipakai oleh orang dahulu tidak memiliki kerah dan tidak pula memiliki saku. Berlengankan panjang dan terbuat dari kain ganiah, kain ini memiliki warna putih dengan bahan dasar benang (kapas). Kain ini asli buatan orang Minangkabau. Baju ini tidak panjang dan tidak pula singkat (pendek). Melainkan hanya sampai pertengahan tangan saja.

Sedangkan celananya dinamai dengan nama Sarawa[2] Bapiliruk (bapiluruik). Terbuat dari bahan yang sama yakni kain ganiah dan juga tidak memiliki kantong. Celana ini memiliki semacam tali pada pinggangnya yang terbuat dari kain. Digunakan sebagai paarek,[3] sebab pada masa dahulu belum ada karet untuk mengencangkan celana yang lapang. Paarek atau pengencang celana inilah yang dinamakan oleh orang Minangkabau dengan piluruik.


Rumah Gadang di Solok
Gambar: Internet
Celana ini hanya sebatas mata kaki, persis serupa celana yang dipakai oleh aktivis dakwah saat ini. salah seorang kawan kami menyebut celana ini dengan sebutan “Celana Taqwa”

Tidak hanya celana ini yang memiliki panjang sebatas mata kaki. Seluruh celana kaum lelaki Minangkabau pada masa dahulu ialah sebatas mata kaki. Contohnya saja ialah celana yang dipakai para datuk. Cobalah engku dan encik sekalian tengok, tak ada yang melebih mata kaki. Hal ini membuktikan bahwa adat Minangkabau memanglah berlandaskan syari’at Islam.

Ada lagi satu tambahan dalam pakaian lelaki orang Minangkabau masa dahulu. Tambahan tersebut ialah kopiah yang diletakkan di kepala. Hampir seluruh lelaki Minangkabau menggunakan kopiah pada masa dahulunya. Kemudian yang terakhir ialah kain sarung, yang bisanya ialah kain sarung Bugis. Kain sarung ini ada yang digunakan sebagai sisampiang. Dimana dilekatkan di pinggang celana serta ada juga yang disandang di bahu atau dililitkan di leher apabila dingin.

Selain Sarawa Bapiluruik, ada juga celana jenis lain yang dibuat dengan bahan yang sama yakni “Sarawa Lambuak”. Apapula celana ini?

Sarawa Lambuak ialah sebuah celana dengan pisak yang agak kebawah, bisa dipakai oleh anak randai. Dimana disaat bermain randai, pisak celana inilah yang mereka tepuk-tepuk. Selain anak randai, yang memakai celana ini biasanya ialah “anak pedati”. Anak pedati ialah seorang yang bekerja sebagai Tukang Bawa Pedati (Tukang tarik pedati), atau biasa juga disebut dengan sebutan “Tukang Padati”. Kegunaanya bagi tukang pedati ini ialah apabila terdesak dan bersua dengan jalan yang lanyah (becek), basah, berair, atau tempat-tempat yang dapat membuat celana mereka cepat kumuh (kotor). Maka mereka akan menarik celana mereka ke atas guna mengatasi hal ini. sungguh sangat cerdik sekali inyiak-inyiak kita pada masa dahulu.

Kemudian celana ini juga sangat digemari oleh para parewa (preman). Kami tak sempat bertanya kepada datuk kami perihal hal ini. Kasihan kami, terlalu banyak beliau kami tanyai..

2 comments: