Semenjak
beberapa pekan yang lalu Sumatera Barat dibuat rusuh oleh beberapa
orang yang mengaku sebagai utusan rakyat pada salah satu bandar di
propinsi ini. Mereka yang katanya wakil hasil dari pilihan rakyat hampir
lima tahun yang lalu membuat rusuh. Apakah itu gerangan?
Yakni
memberi izin kepada Misi Zendig Nasrani untuk masuk ke salah satu bandar
utama di Sumatera Barat dengan dalih untuk memajukan kehidupan
perekonomian di bandar tersebut. Entah apa yang ada difikiran
orang-orang yang mengaku sebagai orang Minangkabau yang beragama Islam
tersebut. Namun orang-orang laknat ini tidak sendiri, jauh-jauh hari
telah banyak orang yang mengaku beretniskan Minangkabau dan beragamakan
Islam mati-matian membela para “penjajah” ini “Demi memajukan bandar
yang kita cintai ini..” rayu mereka.
Sutan Malenggang termasuk
diantara orang-orang yang menyetujui kedatangan para “penjajah” ini. Dia
bersama beberapa orang kawan-kawannya mati-matian membuat berbagai
tulisan di surat kabar dan internet, mengadakan berbagai macam
pertemuan, berkampanye melalui jejaring sosial, serta menjalin berbagai
macam bentuk komunikasi dengan berbagai kalangan. Hanya untuk mewujudkan
“kemajuan” untuk bandar yang sangat dicintainya ini.
Beberapa orang geleng-geleng kepala melihatnya “Masihkah ia shalat ke surau?” tanya orang
“Bagitulah
kalau nikmat dunia sudah terasa, yang ada dikepalanya hanyalah
uang..uang..dan uang. Tak ada cukup-cukup baginya, padahal harta telah
melimpah serupa itu..” sergah yang lain
“Bagi orang-orang serupa
itu, kemajuan itu ialah apabila banyak gedung bertingkat di bandar kita
ini, lapang dan besar jalan rayanya, banyak mobil-mobil mewah,
bertaburan berbagai macam rupa mall, banyak terdapat kafe, salon, pub
yang beroperasi hingga jauh malam, serta banyak berselisih dengan kita
para perempuan dengan pakaian sempit, bentuk tubuh yang sintal nan
semok, dan wajah berbedak serta merah merona, tubuh yang disemprot
parfum mahal, sepatu hak tinggi, stoking, dan lain sebagainya..” kata
engku yang lain.
Kami hanya mendengarkannya saja lagi. Bandar ini
memanglah belum sebesar dan seramai bandar-bandar lain seperti yang
terdapat di propinsi jiran. Namun kehidupan liberal dan hedonis sudah
sangat terasa di bandar ini. Jenis-jenis orang dan bentuk kehidupan
serupa yang disebutkan salah seorang engku tersebut memang sudah terjadi
di bandar ini.
Beberapa masa yang silam ketahuan oleh orang
perihal “Penari Telanjang” yang beroperasi pada salah satu tempat
hiburan malam di bandar ini. Entah bagaimana kelanjutan proses hukumnya.
Telah senyap dan tak terdengar lagi kabar beritanya.
Pernah jua
terdengar oleh kami perihal beberapa orang Lonte yang beroperasi di
bandar ini. Tatkala diselidiki oleh orang-orang, rupanya bukan pula
perempuan Minangkabau (syukurlah..). Menurut pengakuan mereka, mereka
berasal dari pulau seberang. Tatkala ditanya “kenapa sampai beroperasi
di bandar ini..?”
Dijawap oleh para Lonte ini “Karena di tempat
kami sudah sangat susah mencari pelanggan engku..” artinya pasar
perzinahan di propinsi ini sangat menjanjikan bagi para Lonte ini.
Na’uzubillah..
Tampaknya Sutan Malenggeng dan kawan-kawan
mengetahui perihal ini. Sebab beberapa kawasan di bandar ini memang
sudah sangat terkenal sebagai pusat perlontean. Bahkan ada yang
terang-terangan mengusulkan agar dibuat saja “Lokalisasi” serupa dengan
bandar lain di propinsi lain. Kalaulah memang jadi juga dibuat tempat
“Perlontean” serupa itu maka hendak diletakkan dimana muka kita orang
Minangkabau yang selama ini membanggakan falsafah “Adat Basandi Syarak – Syarak Basandi Kitabullah”
Telah
banyak orang yang mengingatkan kepada Sutan Malenggang “Orang yang
engkau puja-puja itu ialah orang kafir yang selama ini giat menyebarkan
agamanya dimana-mana di republik ini. Cobalah tengok di Palembang,
dahulu katanya takkan pernah dibangun gereja di dalam kawasan rumah
sakitnya. Namun akhirnya dibangun jua..”
Sutan Malenggang tak
hendak mendengar dan menghiraukan. Baginya, ini semua demi kemajuan
Sumatera Barat. Dengan Pongahnya Sutan Malenggang berujar “Tengoklah
propinsi kita, tertinggal dari propinsi lainnya di Pulau Sumatera ini!
Coba pula engku-engku inap-inapkan; kenapa listrik sering padam di
propinsi kita? Padahal terdapat tiga buah pembangkit listrik di propinsi
ini?! Coba pula hisab-hisab diri serta anak-kamanakan kita, telah
berapa orang tenaga keja potensial Minangkabau yang pergi merantau dan
tak pulang-pulang lagi. Padahal mereka semua ialah orang-orang cerdik
dan pintar. Alangkah bagusnya jika orang-orang seperti mereka membangun
kampung halaman, bukan kampung orang yang dibangunnya serupa keadaan
sekarang ini..!” 
Orang-orang
yang mendengarnyapun geleng-geleng kepala dibuatnya. Bukan karena
mereka tercengang dan tak tahu hendak menjawap apa. Bukan pula karena
kagum dan membenarkan pernyataan dari Sutan Malenggang. Kalau memang
demikian tentulah telah mengangguk-angguk orang banyak itu. Orang-orang
geleng-geleng kepala karena merasa geram karena telah dianggap pandir
oleh Sutan Malenggang ini. Hanya karena mereka tak pernah kuliah lalu
Sutan Malenggang yang tamatan universitas ternama ini memandang rendah
mereka. Hanya karena mereka orang kampung dan miskin sedangkan Sutan
Malenggang ini ialah orang beruang dan berpangkat membuat orang-orang
kampung ini dianggap tengak saja oleh Sutan Malenggang nan hebat ini.
Sebenarnya
jawapan dari pertanyaan Sutan Malenggang telah menjadi bahan ota-ota di
lapau bagi orang-orang kampung nan pandir ini. Pertama; Perihal maju
atau tidak majunya, apa gerangan barometer yang dipakai oleh Sutan
Malenggang? PADkah? Sungguh sangat dangkal sekali cara berfikir
anak-anak kuliah tamatan universitas ternama pada masa sekarang. Elok
tak usah kuliah saja mereka itu.
Kedua; perihal listrik sering
padam? Memang benar hal tersebut mendatangkan pertanyaan pada benak
sebagian besar orang Minangkabau. Padahal kita memiliki beberapa buah
pembangkit listrik di propinsi ini. Apakah ini merupakan salah satu cara
bagi mereka untuk memaksa orang Minangkabau untuk menerima investor?
“Maaf sekali engku dan encik, kami tak sepandir yang engku-engku
fikirkan. Kemiskinan tidak selalu berarti kebodohan. Kami orang
Minangkabau sudah cukup cerdik untuk dapat memahami permainan yang engku
dan engku mainkan terhadap kami..”
Ketiga; perihal tenaga-tenaga
potensial yang banyak hijrah. Bukankah lebih baik demikian?! Kalau
mereka tetap tinggal di kampung maka keberadaan mereka akan mendatangkan
masalah sosial dan kriminalitas di berbagai kampung di Minangkabau.
Dengan berangkatnya beberapa tenaga potensial untuk bekerja di rantau
orang maka akan mengurangi salah satu masalah di kampung-kampung.
Setidaknya sengketa (konflik) perebutan tanah atau harta pusaka lainnya
dapat dikurangi (kalau tak dapat dihilangkan).
Apakah dengan
kepergian mereka itu kampung-kampung di Minangkabau menjadi miskin papa?
Orang kampungnya menjadi fakir? Justeru sebaliknya engku dan encik
sekalian. Banyak kampung-kampung di Minangkabau ini masihlah asli “Masih
Perawan..” kata orang sekarang.
Coba bayangkan apa gerangan yang
terjadi apabila mereka-mereka ini masih tetap tinggal di kampung?
Konflik horizontal perihal harta pusaka (tanah, sawah, ladang, gelar
pusaka, dan lain sebagainya) akan marak di Minangkabau ini. Belum lagi
penyimpangan perilaku sosial seperti tingginya kriminalitas, pelanggaran
norma adat, agama, dan sosial (penyimpangan perilaku seks,
perzinahan/perselingkuhan, minum-minuman keras, judi, dan lain
sebagainya) akan semakin menjadi-jadi. Kekerasan dijalan raya, di
lingkungan tempat tinggal, serta rumah tangga. Polusi (udara, suara,
sampah, dan lain sebagainya) akan menjadi santapan sehari-hari.
Kecelakaan di jalan raya karena padatnya arus lalu lintas. Akhirnya
tingkat stress masing-masing orang meningkat.
Para engku yang
maota-ota di lepau hanya tertawa masam dan geleng-geleng kepala saja
melihat perilaku Sutan Malenggang dan kawan-kawan. Berbagai penjelasan
dan pengajaran orang tak masuk ke dalam hatinya. Sebab dalam
pandangannya sekalian orang yang menentang kedatangan investor
“penjajah” ini ialah orang-orang kapung yang pandir lagi fanatik.
Mengait-ngaitkan masalah ini dengan segala bentuk omong kosong
“KRISTENISASI” yang dibuat-buat oleh sekelompok fihak yang tak senang.
“Kata
Sutan Malenggang dan kawan-kawan; sebagian kalangan di propinsi telah
melakukan “Politiasasi” isu ini. Kalau memang demikian lalu kenapa
sebagian besar orang-orang yang katanya “wakil rakyat” di bandar ini
mendukung perihal kedatangan investor “penjajah” ini. Fitnahan serupa
apakah lagi yang hendak mereka hujamkan kepada kita Kaum Muslimin
ini..?!” sergah salah seorang engku.
Yang lain hanya terdiam,
tatapan para engku ini kosong. Tak habis fikir mereka dengan anak-anak
muda Minangkabau pada masa sekarang. Entah pengajaran serupa apa yang
telah mereka dapatkan di bangku kuliah “Telah salahkan kiranya kami
menyekolahkan mereka sampai universitas? Diharap mereka akan membangun
negeri dan agama. Namun justeru meruntuhkan negeri dan agama yang
teramat disanjung ini yang mereka lakukan. Duhai.. negeri serupa apakah
yang hendak kami wariskan kepada anak-kamanakan kami kelak Ya Allah..”
Lupa
ia bahwa pada masa dahulu penyebab masuk dan berhasilnya penjajahan
oleh Belanda di Minangkabau ini karena salah satu golongan yang bertikai
di Minangkabau menjalin persahabatan dan membawa masuk orang-orang
kafir itu ke Minangkabau. Akhirnya, selepas mereka menang “Haram” bagi
mereka melepaskan Tanah Beremas ini.
Akankah Sejarah Kembali Terulang di Minangkabau???
No comments:
Post a Comment