![]() |
Picture: Here |
Dari laman sebelah.
***
Sahabat2
tdk bermaksud SARA, namun tulisan ini ckp bagus ut disimak:
Copas..
Sebuah Tamparan Keras Jaya Suprana buat Ahok..
Seorang pemerhati masalah sosial dan kemanusiaan sekaligus pengusaha, dan
seniman multi talenta, Jaya Suprana, sempat tertegun menyimak sebuah berita
yang dirilis metrotvnews, 26 September 2016.
Apa
yang membuatnya tertegun? Ternyata, Jaya Suprana kaget menyimak penuturan Ahok.
Sedemikian
rupa Jaya Suprana tertegun, hingga ia memutuskan untuk menyalin utuh agar tidak
terjadi kekeliruan opini akibat kesalahan dalam menyalin.
Berikut
salinan berita yang secara utuh dicopy-paste oleh Jaya Suprana.
Gubernur
DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok mengkritik Program Prona yang
menjustifikasi warga miskin untuk mendapatkan sertifikat rumah di bantaran
sungai. Akibatnya, mereka kini sulit untuk ditertibkan.
"Kaya
(warga) Bukit Duri, ada sertifikat hak milik di pinggir sungai. Itu karena dulu
ada Program Prona justifikasi atas orang miskin dikasih, itu yang konyol
dulu," kata Ahok di Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta
Pusat, Senin (26/9/2016).
Ahok
menilai, pemerintahan dulu terlalu memanjakan warga miskin. Tapi, memanjakannya
dengan cara yang kurang tepat. "Demi orang miskin kita nih terlalu banyak
'demi orang miskin'-nya salah," ungkap Ahok.
Ahok
menjelaskan, kalau benar-benar demi orang miskin, semestinya Pemerintah
memberikan sembako murah, pendidikan, kesehatan, perumahan, transportasi, dan
modal kerja. Bukannya malah membenarkan sesuatu yang secara hukum salah.
"Makanya
saya katakan bahasa revolusi Prancis, rakyat enggak butuh ladang gandum. Rakyat
butuh roti. Rakyat jangan dimanjakan, sudah melanggar dikasih sertifikat.
Kesalahan dulu itu," ungkap Ahok.
Pemprov
DKI Jakarta memang tengah gencar melakukan penertiban permukiman di bantaran
sungai untuk normalisasi sungai. Ahok menilai, sudah waktunya warga sadar akan
kesalahannya.
"Bilang,
'saya sudah 30 tahun pak tinggal di sini', ya saya jawab, 'harusnya sudah 30
tahun cukup dong melanggarnya'. Bukan berarti malah meresmikan anda yang
melanggar 30 tahun. Sudah baik hati saya enggak minta bayar sewa tanah
negara," papar Ahok.
Berikut
tanggapan Jaya Suprana setelah menyimak dan mencoba menghayati berita tersebut.
Saya
baru tersadar bahwa selama 67 tahun hidup di dunia ini ternyata saya banyak
memperoleh pendidikan yang salah. Saya baru sadar bahwa pada hakikatnya
kepedulian Jokowi terhadap kaum miskin adalah salah. Sama halnya dengan
almarhumah Ibu Theresa yang akan dinobatkan sebagai santa pelindung kaum miskin
jelas perlu ditinjau kembali keabsahannya sebab kaum miskin tidak perlu
dilindungi.
Ordo
Fransiskan yang fokus menolong kaum miskin sebaiknya dibubarkan. Injil
Kemiskinan Sri Paus Fransiskus ternyata sekadar angan-angan yang tidak
realistis. Pemaparan Ahok mengenai "bahasa revolusi Prancis” juga
menyadarkan saya bahwa saya perlu mengoreksi pemahaman sejarah saya. sebab,
terus terang saya belum tahu bahwa pada saat itu ada keyakinan bahwa
"rakyat tidak butuh ladang gandum sebab rakyat butuh roti”.
Perang
Tani Jerman 1848 perlu ditinjau kembali kebenarannya sebab sebenarnya rakyat
tidak butuh ladang gandum tetapi roti. Meski agak sulit dibayangkan bagaimana
bisa ada roti apabila tidak ada ladang gandum.
Mengenai
pemberian sertifikat kepemilikan tanah dan rumah seperti yang tersurat di dalam
Kontrak Politik calon gubernur Jokowi dengan rakyat miskin Jakarta, semula saya
keliru tafsirkan sebagai kebijakan luhur sebab merupakan pewujudan sila
kemanusiaan adil dan beradab dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Mengenai
Ahok tidak minta kaum miskin bayar sewa tanah negara memang pertanda baik hati
tetapi mungkin beliau tidak tahu bahwa kaum miskin yang saya kenal ternyata
membayar PBB atau iuran atau entah apa lagi istilahnya.
Yang
jelas filsafat kemiskinan Ahok memang beda dari pandangan tentang kaum miskin
yang saya peroleh dari teman-teman saya seperti HS Dillon, Harjono
Kartohadiprojo, Mahfud MD, Yasonna Laoly, Emil Salim, Salim Said, Gus Mus,
Frans Magnis Suseno, Sandyawan Sumardi, Wardah Hafids, Sri Palupi, AM Fatwa,
Hidayat Nur Wahid, Oei Hong Tjhien, Franki Wijaya, Sugianto Kusuma, Christanto
Wibisono, Ilarius Wibisono, almarhum Soepardjo Roestam, Gus Dur, Cak Nur dan
lain-lain tokoh kemanusiaan.
Kini
saya baru tersadar bahwa mengenai filsafat kemiskinan, saya memang masih harus
banyak belajar dari Ahok.
Tulisan
Jaya Suprana yang dimuat oleh RMOL, Rabu dinihari 28 September 2016 semestinya
dibaca sebagai sebuah tamparan keras yang tepat mengenai wajah arogan Ahok
sebagai penerus tampuk kekuasaan pemimpin Jakarta.
Hari
ini juga akan dilaksanakan penggusuran di daerah Bukit Duri dengan dalih
normalisasi sungai. Keberpihakkan Ahok kepada para pengembang apartemen mewah
menjadi sebuah cibiran bagi rakyat miskin yang harus tergusur hari ini.
Ketidakmampuan
Ahok memosisikan diri dan memahami relung jiwa warga miskin, menjadi penanda
kemiskinan jiwa Ahok. Oleh karenanya, Ahok tak layak lagi menjadi pemimpin di
Jakarta, yang kompleks oleh persoalan kemiskinan yang dramatis.
Penulis:
Jaya Suprana, pemerhati sosial dan kaum miskin.
No comments:
Post a Comment