Saturday, December 29, 2012

Hidup Menenggang Rasa



Adalah suatu kelaziman yang kita dapati pada kehidupan orang pada masa sekarang. Rasa malu dan tenggang manenggang sudah tak ada. Kebanyakan orang sekarang lebih suka memikirkan diri mereka sendiri, tak pernah memperdulikan perasaan orang lain. Tidak di sini di tempat penulis mencari hidup, tidak juga di kampung asal kami, sama saja keadaannya. Sering terucap dilisan orang-orang: awak se nan manenggang urang, urang lain ndak ado nan manenggang awak do.*


Begitulah keadaan sebenarnya, memanglah masih terdapat beberapa orang Minang yang berjalan dikearifan orang tua dahulu,  hidup layaknya orang Minangkabau Lama, berusaha mementingkan raso jo pareso. Jika terdapat orang yang demikian maka mereka akan dicemooh. Orang-orang yang mencemooh tersebut beralasan selama apa yang kita lakukan tidak bertentangan dengan agama tak ada perlunya kita takut. Benarkah tidak ada pertentangan dengan nilai agama kita? Agama Islam?

Sesungguhnya hal tersebut hanya keluar dari mulut orang-orang yang rendah pengetahuan agamanya, dangkal pemahamannya terhadap adat, dan kehidupan ini. benarkah agama kita sama sekali tidak mementingkan nilai-nilai semacam itu? nilai raso jo pareso?

Sejauh pengetahuan penulis, Islam sangat menjunjung tinggi sikap saling menghargai dan menghormati orang lain. Ajaran agama Islam sesungguhnya ajaran yang lebut dan perasa, hanya orang-orang yang berfikir sajalah yang dapat memahami hal tersebut.

Sebagai contoh ialah, Islam mengajarkan umatnya untuk berzakat, kenapa? karena dengan berzakat kita dapat mengurangi beban orang lain, membantu mereka dalam mencukupi kebutuhan hidup yang terkadang kurang untuk diri dan keluarga mereka. Makna terselubunng dari perintah zakat itu ialah dengan memberi akan dapat melunakkahn hati dan melembutkan jiwa kita.


Pernah juga seorang ustadz berceramah di surau. Katanya, ketika membuat samba** semacam gulai, maka banyakkanlah kuahnya. Gunanya ialah untuk dibagikan dengan jiran-tetangga agak sedikit. Biarlah lauknya sedikit asalkan kuahnya banyak. Kenapa? karena dengan begitu rasa kekeluargaan dengan jiran tersebut akan semakin dekat, emosi kita dengan mereka akan bertautan. Dan sekali lagi, hal tersebut dan melembutkan jiwa, dan melunakkan hati kita.

Intinya ajaran Islam tidak pernah mengajarkan umatnya untuk mementingkan diri sendiri, pikirkanlah juga orang lain. Karena sebaik-baik manusia ialah manusia yang dapat memberi manfaat bagi orang banyak.

Dari contoh yang kami berikan tersebut, maka bagi sidang pembaca sekalian yang arif tentu dapat memahami dan mendalami maknanya. Serta merasakan manfaatnya pada hati dalam menjalankan kehidupan ini. Orang yang memandang rendah nilai-nilai spiritual dan moral yang diajarkan oleh agama dan adat, merupakan orang-orang yang berjiwa kasar, berbudi pekerti buruk, dan bertabi'at tak terpuji. 

Semoga Allah ta'ala menjauhkan kita dan keluarga dari sifat-sifat dan orang-orang semacam ini.


* Kita saja yang mempertimbangkan perasaan orang lain, sedangkan orang lain tidak berlaku demikian. Berbuat sekehendak hati mereka.
** Lauk penemani makan nasi.

No comments:

Post a Comment