Bagaimana
cara kita bekerja mempengaruhi kesadaran kita, dilain fihak kesadaran
kita juga mempengaruhi cara kita bekerja. Kita dapat mengatakan bahwa
hal tersebut merupakan suatu hubungan interaktif antara tangan dan
kesadaran. Jadi cara kita “berfikir” terkait erat dengan pekerjaan yang
kita lakukan. (Pendapat Karl Marx dalam Jostein Gaarder. Dunia Sophie. Mizan. 2010, Bandung. Hal. 613).
Kutipan
dari sebuah buku seri filsafat yang diterbitkan oleh Mizan di atas
semakin menggukuhkan pendapat kami atas beberapa orang yang begitu
membenci dan menghujat salah satu pendapat kami dalam blog ini. Ini
bukan sekadar teori belaka melainkan dapat dibuktikan dalam dunia nyata.
Bukti-bukti tersebut dapat kita saksikan kalau kita mau sedikit saja
menggunakan akal dan perasaan kita. Sebab untuk melihat dan menangkap
suatu fenomena sosial dimana hal tersebut merupakan gambaran (refleksi)
dari watak dan tingkat intelektual dari manusia-manusia yang kita amati,
memerlukan kehalusan budi dan ketajaman fikiran.
Kalau mengikut
teori dari Marx maka kehidupan ini merupakan pertarungan antara dua
kekuatan yakni: lemah (budak, orang miskin, pekerja, proletar, warga
biasa, dsb) melawan kuat (pengusaha, orang kaya, pemimpin, bangsawan,
penguasa, dsb). Dimana kepentingan perut atau uang atau modal atau
kapital sangat berpengaruh dalam keduanya.
Begitulah cara orang
Minangkabau pada masa sekarang (baik yang di rantau maupun yang menetap
di Minangkabau) dalam menyikapi segala persoalan yang terjadi. Salah
satunya ialah pertikaian (polemik) yang muncul seputar kedatangan salah
seorang investor di propinsi ini.
Bagi para pekerja yang merasa
bosan karena rendahnya pendapatan dan stagnannya kehidupan di propinsi
ini (serta para pencari kerja yang putus asa karena tidak tersedianya
lapangan kerja yang sesuai dengan spesifikasi pendidikan mereka)
berpandangan bahwa kedatangan investor ini akan membawa angin baru
(penyelamat kehidupan mereka). Perubahan yang seignifikan dalam
kehidupan mereka seperti tersedianya lapangan kerja, meningkatnya
pendapatan dan kesejahteraan, serta baiknya taraf hidup masyarakat.
Pendapat demikian mengemuka karena mereka melandaskan pemikiran mereka
pada sisi praktisnya saja, yakni sisi “materi” berupa kemajuan ekonomi.
Kemudian
para pemilik modal (pengusaha lokal) ada yang pecah suara mereka,
terdapat segolongan yang menerima dan segolongan lain yang menolak. Bagi
yang menerima beranggapan hal ini baik bagi perkembangan ekonomi
propinsi ini kedepannya. Setidaknya usaha mereka yang telah ada akan
semakin berkembang seiring dengan kedatangan investor ini. Dimana
meningkatnya jumlah tenaga kerja, meningkatnya penghasilan (sebagian
kecil) penduduk, serta naiknya taraf hidup (segolongan elit). Hal ini
akan berdampak kepada usaha mereka yang bergerak di bidang lain, dimana
mereka memanjakan pola hidup konsumtif segelintir orang berpunya di
negeri ini.
Serta alasan lainnya ialah karena mereka tidak sanggup
untuk bersaing atau merasa kalah atau dizhalimi oleh salah satu atau
beberapa pengusaha lokal yang bermodal kuat dan memiliki jaringan luas.
Dengan masuknya investor ini diharapkan dapat mengimbangi (kalau dapat
mengalahkan) kekuatan dari pengusaha lokal yang semakin menjadi-jadi
ini.
Sedangkan
bagi yang menolak mereka beranggapan kedatangan investor ini akan
merusak keseimbangan serta memberikan ancaman terhadap keberlangsungan
mereka. Hal ini karena investor tersebut datang dengan modal yang jauh
lebih besar, jaringan yang jauh lebih luas, serta kekuatan yang jauh
melampaui mereka.
Kemudian ada beberapa orang birokrat yang
menyambut baik kedatangan investor ini. Dalih mereka ialah karena dapat
membantu mengembangkan perekonomian Sumatera Barat. Namun banyak yang
ragu dengan maksud ini karena berdasarkan pengalaman di daerah lain yang
banyak didatangi oleh investor. Dimana sekelompok kecil elit yang
diuntungkan - salah satunya - ialah para birokrat lokal yang memegang
posisi kunci di pemerintahan. Usaha untuk meningkatkan PAD (Pendapat
Asli Daerah) hanyalah kamuflase untuk maksud yang lain, yakni memperkaya
diri.
Adapun fihak lain yang menolak ialah orang-orang yang
selama ini terlibat di bidang kebudayaan dan keagamaan. Mereka menyadari
bahwa di balik kedatangan investor ini terdapat maksud lain (misi
terselubung). Hal ini setelah mempelajari dan melihat bukti-bukti di
daerah lain yang telah didatangi oleh investor ini. Perubahan perilaku,
pola fikir, watak serta karakter dimana nilai-nilai atau norma adat dan agama disepelekan dan dilanggar. Hal ini karena semakin plural
dan makmur suatu komunitas maka semakin renggang ikatan adat dan agama
dalam kehidupan penganutnya. Belum lagi usaha-usaha lain yang dapat
menjauhkan atau mengubah keyakinan dari masyarakat tersebut (pemurtadan
yang sistematis dari para misionaris).
Benarlah kata Karl Marx,
bahwa uang atau modal atau kapital sangat berperan dalam menggerakkan
roda kehidupan. Ditangan orang yang salah, uang dapat menjadi
malapetaka. Godaan terhadap benda yang satu ini sangat payah untuk
dielakkan. Tatkala masih berjuang tak tanggung "idealisnya" namun
tatkala telah terjun ke ranah kehidupan, mereka mulai berbalik 180
derajat "Tak ada yang salah, para auditor telah memberikan kesaksian,
cobalah berfikir logis! Tak ada hubungan antara kemajuan ekonomi dengan
kehidupan beradat dan beragama". Kata mereka..
Duhai engku dan encik sekalian, hancur hati kami membacanya..
No comments:
Post a Comment