Tuesday, January 1, 2013

Apa bedanya..?

Apa ada perbedaan hari sekarang dengan hari yang kemarin atau kemarinnya lagi?

Perbedaan yang mendasar maksudnya, segala peristiwa yang kita lalui dan alami tentunya berbeda dengan hari-hari yang lalu.

Maaf kalau kami terlalu panjang membahas masalah ini. Namun baiknya kita simak salah satu kisah rekaan dari salah satu blog yang barusan saya baca.

Silahkan di simak:


Pagi ini kami mendapat telpon dari seorang kawan. Suaranya meninggi dan ada keluhan padanya ” Ada apa engku..?” tanya kami.
“Ah.. ampuuun.. pasai* saya dibuatnya engku. Semua orang membicarakannya, dimana-mana, hingga ke sudut-sudut rumah. Saya hendak mempercepat keberangkatan engku, saya kira kalau pulang dapat menenangkan hati. Tapi, di kampung orang belagak sok ke kota-kotaan. Sungguh memalukan para inlander** ini..” Keluhnya dari seberang sana.
Kami hanya terdiam, memang benar. Beginilah nasib yang harus ditanggung kalau kita sudah melepaskan keawaman kita. Cara kita memandang, cara kita memaknai, cara kita memahami, cara kita menafsirkan segala sesuatu (fenomena) yang terjadi tentunya berbeda dengan kebanyakan orang-orang (Orang Awam). Orang banyak (awam) hanya memandang, lahir dan membaca yang tersurat, tergesa-gesa dalam memutuskan segala sesuatu tanpa didasari oleh usul-periksa terlebih dahulu. Sedangkan orang-orang yang telah arif dalam memandang setiap kejadian (fenomena) juga memandang yang bathin, mencari yang tersirat, serta menelaah, menyidiki, dan memeriksa betul-betul setiap kejadian (fenomena) dan keterangan (informasi) yang terdapat di dalamnya.
Gambar Ilustrasi: Internet
Gambar Ilustrasi: Internet
Kamipun berusaha menenangkannya “Cobalah untuk bersabar engku, memang makan hati kita dibuatnya. Banyak orang-orang pandir di sekitar kita. Ikut-ikutan kata orang, mengangguk-angguk kepada pendapat orang, serta mengamini pendapat orang banyak. Mata mereka masih tertutup dan ada tabir pada hati mereka, kita seharusnya kasihan engku. Walau terkadang menengok sikap dan perilaku mereka membuat kita gemas..” ujar kami padanya.
Dia terdiam sejenak, mengatur nafas dan kembali meluahkan isi hatinya “Benar kawan ku yang baik, tapi inlander-inlander di Pusat sana setiap hari kerjanya memperbodoh rakyat kita. Melihat gaya mereka saya sudah muak saya engku, orang kampung kita yang pandir-pandir ini mengamini segala yang datang dari pusat. Cobalah engku tengok, manakah ada anak gadis Minang sekarang yang memakai baju kurung ketika keluar rumah. Semuanya telah berubah menajadi Lonte. Keluar malam merupakan sesuatu yang biasa di kampung kita pada masa sekarang. Tidak hanya bagi anak bujang akan tetapi juga bagi anak gadis. Apa yang menjadi trend di Pusat, di sinipun begitu. Orang merayakan “The New Dummy Day” orang kampung kita yang pandir-pandir inipun ikut merayakannya. Mereka hanyut dalam kepandiran, sedangkan kita terkucilkan di dunia yang tengah sekarat ini..
Gambar Ilustrasi: Internet
Gambar Ilustrasi: Internet
Ah.. tenang sajalah engku, jangan terlalu difikirkan. Bukankah nabi kita pernah berujar bahwa di akhir zaman kelak semua orang akan berada dalam kesesatan. Jadi selematkan saja diri kita, keluarga, dan orang-orang terdekat. Kita tak berdaya menghadapi orang-orang yang telah tertutup hatinya. Walaupun sampai berbusa mulut kita, sampai hilang suara kita, dan sampai habis kesabaran yang ada pada kita. Para keledai dungu ini tetap takkan mendengarkan. Bersabarlah engku, kewajiban kita sebagai seorang Muslim telah kita tunaikan yakni mengingatkan mereka sebagai saudara seiman. Selebihnya kita hanya dapat bersabar dan berserah diri serta berdo’a semoga Allah Ta’ala membukakan pintu Hidayah kepada mereka. Dan semoga kita dan keluarga terjauhkan dari sifat-sifat mereka yang demikian, yang jauh dari tuntunan AGAMA KITA..” Jelasku tak kalah panjangnya. Payah juga kami dibuatnya karena harus terus bercakap agar kawan kami ini tak mendapat kesempatan untuk menyelanya.
Dia terdiam, nafasnya sudah mulai teratur. Kami berharap dia tidak tersinggung dengan kata-kata kami barusan, walau kami fikir-fikir lagi tak ada satupun yang menyinggungnya. Kemudian dia tertawa “Hahaha.. dasar sundal, untuk apapula aku samapi payah-payah serupa ini memikirkan perkara ini. Benar kata mu kawan ku yang baik, kita hanya bisa dapat menjaga dan mengawal diri, keluarga, dan orang-orang yang  kita cintai. Biarkan saja para sundal-sundal itu, mereka tetap takkan berubah. Mereka lebih senang didustai (dibohongi), mereka akan lebih girang lagi jika diperbodoh serupa kera diberi makan kacang, dan mereka akan merasa di awang-awang apabila berhasil mendapat gambar dengan salah seorang orang hebat di Pusat. Kita memang dapat mengajari  Beo  untuk bercakap engku, namun walau bagaimanapun beotetaplah beo. Sebab hanya bisa meniru, jika tak ada contoh diberikan, maka beo takkan pandai. Serupa itukan keadaannya sekarang engku? Iba hati ku jika terkenang hal itu, bahkan binatangpun lebih berharga dari pada manusia zaman sekarang..”
Percakapan kami terhenti, isterinya memanggil dirinya. Ah..betapa nikmatnya ada yang memerhatikan. Kami letakkan hape buruk kami kembali di atas meja. Sedang dicas, maklum tuan, baterainya sudah bocor.
Terkenang akan seluruh percakapan kami tadi, syukur kami memiliki kawan tempat berbagi cerita serupa itu. Setidaknya isi kepala kami bertambah jua. Kami inap-inapkan,*** benar adanya, serupa itulah kira-kira keadaan masyarakat kita pada masa sekarang ini.


Disalin dari : http://soeloehmelajoe.wordpress.com/2013/01/01/de-inlanders/#more-1486

*Bosan, Bahasa Minangkabau
**Berasal dari Bahasa Belanda yang berarti  dan bermakna “Pribumi”. Namun dalam tulisan ini memiliki makna berbeda yakni “Mentalitas yang Buruk”
***Berasal dari Bahasa Minang yang sebenarnya dilafazkan “inok-inok-an” yang artinya kira-kira ialah difikirkan betul-betul, direnungkan, ditelaah,

No comments:

Post a Comment