![]() |
Gambar Ilustrasi: Republika |
Adalah
Muhammad Daming Sunusi, salah seorang calon Hakim Agung yang mengikuti fit & proper test di gedung DPR
Senayan Jakarta yang mengeluarkan pernyataan “yang diperkosa dengan yang memperkosa, sama-sama menikmati. Jadi harus
pikir-pikir terhadap hukuman mati..”
Pernyataan
ini dikeluarkan ketika menjawab pertanyaan dari
Andi Azhar, salah seorang anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai
Amanat Nasional. Anggota DPR ini bertanya perihal pendapat Daming perihal
hukuman mati terhadap para pemerkosa. Maka terlontarlah jawaban seperti di atas
oleh calon Hakim Agung kita ini.
Namun
ketika ditanya kembali oleh wartawan perihal pernyataannya tersebut, Daming
Sunusi kemudian berdalih “Saya lihat kita
terlalu tegang, supaya ketegangan itu berkuranglah. Tadi kan ketawa sebentar..”
Pernyataan
ini tentunya menuai munculnya beragam tanggapan, salah satunya dari salah satu
anggota dewan dari Fraksi Partai Gerindra, Martin Hutabarat. Martin yang
termasuk salah seorang yang menentang praktek hukuman mati ini menyesalkan pernyataan
Daming. Baginya pemerkosa tidak seharusnya mendapat hukuman mati melainkan
hukuman maksimal saja yakni berupa 20 tahun penjara atau seumur hidup.
![]() |
Martin
juga menjelaskan bahwa salah satu alasannya menolak hukuman mati ialah karena
pelaku tidak selalu melakukan tindakannya tersebut karena sadar. Sebut saja
karena pengaruh minuman keras, atau dilakukan oleh remaja labil. Apalagi jika
dilihat dari hukuman bagi pelaku pembunuhan yang hanya dihukum 20 tahun
penjara, maka dia mempertanyakan hukuman
mati bagi para pemerkosa. Apalagi jika dilihat dari beberapa alasan (latar
belakang) munculnya tindakan pemerkosaan tersebut.
Lebih
lanjut juga terlontar dari mulut Martin dimana dia mengutip hasil survei yang
menyatakan bahwa 50% perempuan Jakarta sudah tidak perawan. Hal ini bagi
beberapa orang ataupun kalangan tidaklah mengherankan. Karena beberapa tahun
yang lalupun beberapa lembaga survei pernah mengeluarkan hasil surveinya pada
beberapa kota yang menjadi tujuan pelajar untuk menuntut ilmu. Hasil survei mengenai
keperawanan dan kehidupan seks tersebutpun mengejutkan. Pada beberapa kota
80-90 % mahasiswinya sudah tidak perawan.
Namun
hasil penelitian ini tidak pernah diekspos oleh media nasional. Walau sudah ada
pula beberapa buku yang mengkaji mengenai permasalahan ini. Namun tampaknya
tidak mendapat tempat dan perhatian bagi beberapa komponen di negara ini.
Kami
menarik beberapa kesimpulan dalam kabar ini:
![]() |
Gambar Ilustrasi: Internet |
1. Etika bercakap atau berbicara di hadapan umum perlu
dirumuskan supaya tidak ada yang bercakap sembarangan, tanpa difikirkan.
Apalagi yang mengeluarkan pernyataan ialah seorang yang berlatar belakang
pendidikan tinggi, dan menjabat pada jabatan yang dapat dikatakan tinggi pula.
2. Perkara hukuman mati mestilah harus tetap ada.
Jangan sampai dihilangkan karena dapat menyebabkan naiknya angka kejahatan.
Seperti pernyataan Agung Made Rawa Aryawan salah seorang calon Anggota Hakim Agung yang
juga mengikuti fit & proper test di Senayan yang pro terhadap hukuman mati.
Di 48 negara sempat meniadakan hukuman mati namun mereka kembali
menghidupkannya. Namun Made hanya mendukung hukuman mati pada kejahatan yang
memakan korban jiwa. Bagaimana dengan korban “bathin” yang jauh lebih parah
akibatnya?
![]() |
Gambar Ilustrasi: Internet |
3. Pemerkosaan merupakan salah satu puncak dari gunung
es. Apa penyebabnya? Dapat kita telusuri lebih jauh. Dapat satu makalah penuh
untuk menguraikan akar-akar dari tindak kriminal biadab ini sampai terjadi.
4. Moral negara ini sedang berada dalam tahap kritis,
hendaknya mendapat perhatian dari kita semua. Penyebabnya jelas-jelas kita
ketahui namun tampaknya sebagian besar dari kita tak memiliki kemampuan dan tak
berdaya untuk menanggulanginya. Jangan sampai negara ini menjadi Barat
sepenuhnya.
No comments:
Post a Comment