
- Ilustrasi Gambar: Internet
Minangkabau
dikenal dikarenakan keunikan adat dan budayanya. Sistim matrilineal
telah begitu melekat dan menjadi identitas yang menyatu bagi masyarakat
Minangkabau. Minangkabau juga dikenal karena beberapa orang
founding father[1] Negara Indonesia berasal dari daerah ini. Selain itu makanan khas
rendang
merupakan jenis masakan asli daerah Minangkabau. Masakan ini telah
menjadi menu masakan nusantara, bahkan berdasarkan penelitian sebuah
lembaga
research kelas dunia, masakan rendang merupakan salah satu jenis masakan favorit di dunia.
Namaun
apakah gerangan yang menjadi fondasi dasar bagi daerah ini untuk tetap
berdiri, dalam menunjukkan kekhasan dirinya? Ditengah kencangnya arus
modernitas, dan dibawah ideologi penyeragaman yang dilakukan oleh
pusat terhadap daerah yang dipropagandakan secara halus melalui media
massa. Akan sangat sulitlah bagi daerah-daerah untuk tetap berdiri
sesuai dengan jati dirinya. ”Semuanya harus disesuaikan dengan
kemajuan zaman, kita tidak boleh menolak perubahan karena perubahan
merupakan sesuatu yang pasti. Belum ada yang berhasil menentang
perubahan” begitulah kira-kira tanggapan dari sebagain Minangkabau saat ini.
Sesungguhnya
yang menjadi landasan utama bagi Minangkabau untuk tetap berdiri ialah
Agama (Islam) dan Adat. Kedua hal inilah yang menjadi pilar utama yang
menopang kehidupan masyarakat Minangkabau. Tanpa keduanya, atau hanya
salah satu saja maka Kebudayaan Minangkabau akan runtuh. Pada masa
sekarang ini, kedua pilar penting inilah yang digugat, digugat oleh anak
kandungnya sendiri. “Tidak sesuai dengan perkembangan zaman” Kata Tuan-tuan para intelektual.
Marilah
kita perbincangkan disini perkara adat. Selain Adat Matrilineal yang
menjadi fondasi utama dalam kelangsungan kehidupan masyarakat
Minangkabau, terdapat satu institusi yang mewadahi kepentingan
masyarakat Minangkabau. Namanya ialah “NAGARI”, maknanya ialah daerah,
kawasan, ataupun negeri. Yang dimaksud dengan Nagari ialah suatu kawasan
yang ditinggali oleh suatu masyarakat yang memiliki nenek moyang yang
sama, sejarah kedatangan yang sama, dan ragam corak adat yang sama.
Diperintahi oleh beberapa penghulu yang duduk di
Balairung atau Balai Adat. Dalam menjalani pemerintahan di Nagari setiap penghulu melakukannya dengan cara musyawarah-mufakat.
[2]

- Ilustrasi Gambar: Internet
Nagari
juga harus terdiri atas beberapa suku, paling sedikit ialah empat,
kemudian harus memiliki masjid jamiak tempat menyelenggarakan shalat dan
ibadah lainnya. Harus ada juga balai tempat para penghulu berunding
dalam menyelesaikan berbagai persoalan yang ada dalam nagari. Labuah atau jalanpun harus pula ada, karena ini merupakan sarana penghubung silaturahim antara anak nagari. Syarat terakhir ialah tapian, yang dimaksud dengan tapian
ialah tempat mandi. Orang dahulu tidak memiliki kamar mandi di
rumahnya, dan tidak pula semua rumah memiliki sumur. Maka bagi yang
tidak cukup keadaan rumahnya serupa itu, maka mereka biasanya akan pergi
ke batang aia (sungai) untuk mandi, mencuci, dan keperluan
lainnya. Kalaupun sungai jauh, maka mereka akan mencari kolam atau tabek
yang jernih serta bersih airnya, atau menumpang ke sumur-sumur milik
orang kampung yang terkenal banyak airnya.
Wilayah yang mereka perintahi merupakan wilayah merdeka yang hanya mengakui kedaulatan Rajo Alam di
Pagaruyuang. Raja sendiri tidak memiliki hak untuk mencampuri
kehidupan nagari, hanya saja dirinya akan turun tangan apabila terdapat
perkara yang tidak didapat penyelesaiannya oleh para penghulu di nagari
tersebut.